Sistem peradilan pidana yang adil dan menjunjung tinggi hak asasi manusia merupakan fondasi negara hukum yang demokratis. Sayangnya, realita di Indonesia menunjukkan masih banyak praktik penegakan hukum yang mencederai prinsip-prinsip dasar tersebut. Revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP) menjadi langkah penting dan mendesak untuk menjawab persoalan struktural yang selama ini menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam proses penangkapan, penahanan, hingga persidangan.
Melalui kertas kebijakan ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) mengangkat temuan-temuan penting dari pengalaman pendampingan kasus, serta menawarkan analisis kritis dan rekomendasi atas pasal-pasal bermasalah dalam R-KUHAP. Dokumen ini menjadi suara perlawanan terhadap praktik penyiksaan, rekayasa kasus, serta penyalahgunaan wewenang yang kerap dilakukan aparat penegak hukum, dan sekaligus menyerukan hadirnya hukum yang berpihak pada keadilan dan perlindungan hak-hak warga negara.