Menilik Kesiapan RKUHAP: Memutus Rantai Pelanggaran Fair Trial dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, jaminan fair trial dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) seringkali terhambat oleh berbagai permasalahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku saat ini. Kajian ini menyoroti sejumlah isu krusial, mulai dari praktik upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan yang rentan penyalahgunaan wewenang, hingga kurangnya kejelasan dalam teknik investigasi dan pengelolaan bukti elektronik. Permasalahan ini mengakibatkan ketimpangan posisi antara negara dan tersangka/terdakwa, serta kegagalan dalam penerapan asas praduga tak bersalah.

Reformasi KUHAP melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) diharapkan mampu mengatasi celah-celah hukum yang ada dan mengadaptasi prinsip-prinsip HAM internasional. Meskipun RKUHAP 2012 telah membawa beberapa perubahan positif, masih banyak ketentuan yang belum mampu menjamin perlindungan HAM secara utuh, terutama terkait pembatasan kewenangan aparat penegak hukum dan mekanisme pengawasan yang efektif. Kajian ini menganalisis secara mendalam kekurangan-kekurangan dalam RKUHAP, termasuk masalah konsistensi terminologi, kurangnya batasan yang jelas, serta absennya konsekuensi hukum yang tegas.

Pentingnya pembaruan KUHAP yang paripurna ditekankan untuk mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan akuntabel. Dengan menilik kesiapan RKUHAP dan mengidentifikasi area-area yang masih memerlukan perbaikan, diharapkan regulasi yang baru dapat memutus mata rantai pelanggaran fair trial dan secara konsisten menjunjung tinggi martabat manusia dalam setiap tahapan proses peradilan pidana di Indonesia.

⬇️ Download