Pada 21 Juli 2025, YLBHI bersama Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan catatan kritis dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR RI terkait pembahasan RKUHAP. Koalisi menyoroti bahwa proses legislasi RKUHAP berlangsung tergesa-gesa, minim transparansi, dan tidak membuka ruang partisipasi bermakna bagi publik. Hal ini menjadi ironi mengingat revisi KUHAP seharusnya menjadi momentum reformasi sistem peradilan pidana agar lebih adil, akuntabel, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Substansi RKUHAP juga dinilai belum mampu memberikan perlindungan nyata terhadap hak-hak tersangka, terdakwa, korban, maupun saksi—terutama dalam menjamin hak atas bantuan hukum dan bebas dari penyiksaan. Selain itu, koalisi menyoroti lemahnya penguatan peran advokat, potensi perluasan kewenangan TNI sebagai penyidik tindak pidana umum, serta upaya paksa tanpa mekanisme pengawasan yang kuat. RKUHAP juga mengandung celah-celah yang berbahaya, seperti penyadapan tanpa kontrol yudisial, hingga pengecualian izin pengadilan atas dasar “keadaan mendesak” yang kabur.
Dokumen ini merupakan bagian dari komitmen Koalisi Masyarakat Sipil untuk memastikan bahwa revisi KUHAP benar-benar menjawab problem mendasar dalam sistem peradilan pidana Indonesia, bukan justru memperburuknya. Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk terlibat aktif dalam mengawasi proses legislasi ini dan menolak setiap bentuk pembahasan tertutup yang mengancam prinsip negara hukum.